Mau jadi EDITOR ini syarat yang harus kamu penuhi
Jadi editor sepertinya enak, ya? Punya kuasa untuk menentukan sebuah 
naskah layak terbit. Editor juga bisa mengobrak-abrik naskah penulis atau meminta penulis merevisi karyanya. Kamu mau jadi editor? Cek artikelSpoila ini, ya. Ada beberapa syarat yang wajib kamu miliki.
1. Bisa Menulis
Salah satu tugas utama editor adalah menilai naskah penulis.
 Kalau kamu seorang penulis, apa kamu rela tulisanmu dinilai oleh orang 
yang tidak bisa menulis? Bagaimana editor mau menilai tulisan jika dia 
sendiri tidak bisa menulis? Editor wajib bisa menulis. Kemampuan menulis editor juga berguna untuk menulis ringkasan (sinopsis) buku dan biografi singkat penulis buku.
2. Suka Membaca
Pekerjaan editor tidak bisa dipisahkan dari bacaan, bahkan pekerjaan utama editor adalah membaca naskah. Bukan sekadar membaca,
 melainkan juga menilai naskah yang dibacanya, memperbaiki kualitas 
ejaan dan tata bahasanya. Apa jadinya kalau editor tidak suka membaca? 
Bacaan juga otomatis akan menambah wawasan dan pengetahuan. Hal itu akan
 sangat berguna bagi seorang editor.
3. Ejaan dan Tata Bahasa
Tugas editor lainnya yang tidak kalah penting adalah memperbaiki ejaan dan tata bahasa. Tidak semuapenulis tahu kaidah-kaidah ejaan dan tata bahasa.
 Editor wajib paham penggunaan huruf kapital, huruf miring, pemenggalan 
kata, akronim, tanda baca, dll. Selain itu, editor juga harus menguasai 
tata bahasa Indonesia, mengetahui mana kalimat efektif dan mana yang 
tidak. Apakah penulisan yang tepat di pukul atau dipukul,mengkritik atau mengeritik, dll. Wah, berat amat tugas editor? Tenang saja, kamu tidak perlu menguasai semuanya. Kamu hanya perlu memiliki buku Ejaan Yang Disempurnakan yang berlaku saat ini dan buku tentang tata bahasa baku. Jangan cuma dibeli, ya, rajin-rajinlah dibaca.
4. Bersahabat dengan Kamus
Seorang ahli bahasa sekalipun tidak mungkin hafal semua kata baku dan 
definisinya, apalagi seorang editor. Sebab itu, editor wajib bersahabat 
dengan kamus. Setiap kali ada kata yang kurang akrab di telinganya, ia 
harus cek kata itu di kamus. Bahkan, kata-kata yang sudah familiar 
sekalipun, ia harus cari tahu di kamus. Apakah kata apotek atau apotik yang baku? Praktek atau praktik? Semua itu bisa kamu cari tahu di kamus.
5. Teliti dan Sabar
Seorang editor biasanya
 akan membaca satu naskah sampai beberapa kali. Sebab itu, editor perlu 
memiliki kesabaran menghadapi naskah yang sedang dieditnya. Tanpa 
kesabaran, pasti ia akan kehilangan ketelitian. Akibatnya, banyak 
kalimat yang lupa disunting lolos dari pengamatannya. Apakah kamu cukup 
teliti dan sabar untuk melakukan pekerjaan ini?
6. Menguasai Bidang Tertentu
Syarat ini mutlak harus dimiliki oleh editor, terutama editor isi. Ia 
yang akan memeriksa isi suatu naskah. Editor buku matematika, misalnya, 
wajib punya pengetahuan di bidang matematika. Tanpa itu, bagaimana dia 
bisa memeriksa isi naskah sudah tepat atau belum? Seorang editor kopi 
yang bertugas memeriksa bahasa juga perlu menguasai bidang tertentu, 
tapi tidak mutlak diperlukan. Ia cukup membekali dirinya dengan kamus 
istilah sesuai bidang naskah yang lagi dieditnya.
7. Bisa Bahasa Asing
Editor yang bergelut dengan buku-buku terjemahan wajib bisa bahasa 
asing, minimal bahasa Inggris aktif. Kamampuannya itu berguna untuk 
menilai, apakah hasil terjemahan sudah sesuai atau belum. Kalau kamu 
cuma bisa berbahasa asing secara pasif, pilihan sebagai editor buku asli
 bahasa Indonesia lebih tepat. Itu akan jadi nilai plus buat kamu.
8. Mengetahui Style Penulis
Setiap penulis pasti punya gayanya masing-masing, terutama untuk 
naskah-naskah sastra. Dalam sebuah cerpennya, Seno Gumira Ajidarma 
pernah membuat kalimat majemuk yang panjangnya sepanjang paragraf. Kalau
 editor tidak mengetahui gaya Seno, ia pasti akan mengubah kalimat itu, 
padahal Seno sengaja membuat kalimat tersebut sebagai bentuk eksplorasi 
estetiknya. Kalau kamu mau jadi editor, kamu perlu mengetahui gaya 
bahasa tiap penulis.
9. Mengetahui Kode Etik Editing Naskah
Editor harus tahu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh 
dilakukan dalam penyuntingan naskah. Tanpa pengetahuan itu, ia bisa 
salah langkah. Dalam kata pengantar Olenka, Budi Darma menceritakan 
perihal naskah cerpennya yang “dikerjai” oleh editor majalah. Si editor 
menjadi “penulis” lain dalam naskah cerpen itu. Akibatnya, cerpennya 
jadi berubah. Apa saja, sih, kode etik editor? Spoila akan menyajikannya
 dalam artikel tersendiri. 

EmoticonEmoticon